
Pembicaraan dilakukan setelah kunjungan Presiden Indonesia Jokowi ke Kabul pada awal tahun ini, dan bukan pertama kalinya Indonesia berusaha untuk menengahi proses perdamaian. Selain itu, Pemerintah Indonesia berkolaborasi dengan organisasi masyarakat sipil dalam memediasi proses perdamaian Mindanao di Filipina, memberikan bantuan kemanusiaan, dan terlibat dalam negosiasi untuk membebaskan dua nelayan Indonesia yang disandera oleh militan Abu Sayyaf.
Indonesia akan mengadakan pembicaraan di antara para ulama Islam Indonesia dan Afghanistan di Bogor, sebelah selatan Jakarta, pada akhir Maret. Dialog ini—yang merupakan bagian dari upaya Indonesia untuk menengahi proses perdamaian dalam konflik Afghanistan yang telah berlangsung lama—akan melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ulama Islam Afghanistan. Perwakilan dari Taliban diharapkan untuk hadir, namun kemudian menolak undangan untuk berpartisipasi.
Pembicaraan dilakukan setelah kunjungan Presiden Indonesia Joko (Jokowi) Widodo ke Kabul pada awal tahun ini, dan bukan pertama kalinya Indonesia berusaha untuk menengahi proses perdamaian. Pada tahun 2016, Jakarta menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa OKI 5 tentang Palestina dan Al-Quds Al-Sharif, yang berfungsi sebagai upaya untuk menengahi proses perdamaian Israel-Palestina.
Selain itu, Pemerintah Indonesia berkolaborasi dengan organisasi masyarakat sipil dalam memediasi proses perdamaian Mindanao di Filipina, memberikan bantuan kemanusiaan, dan terlibat dalam negosiasi untuk membebaskan dua nelayan Indonesia yang disandera oleh militan Abu Sayyaf sejak November 2016.
Secara historis, Indonesia telah dikenal baik karena peran mediasinya yang tenang namun menentukan, dalam proses penyelesaian konflik di Kamboja pada tahun 1980-an, serta untuk tindakannya dalam mencapai resolusi damai terhadap konflik internal agama di Ambon dan Aceh.
Tetapi apakah pengalaman ini cukup untuk membenarkan peran yang lebih besar bagi Indonesia sebagai penengah perdamaian yang efektif dan tidak memihak di Afghanistan?
Terdapat dua peluang bagus dan tiga keterbatasan untuk prospek ini, yang semuanya perlu dipertimbangkan oleh Jakarta, sebelum pihaknya secara serius terlibat dalam proses perdamaian Afghanistan. Walau Indonesia mungkin bisa melangkah maju dengan proposalnya untuk peta jalan perdamaian di Afghanistan, namun beberapa masalah struktural mungkin menghambat usahanya untuk terlibat.
Mari mulai dengan peluang. Satu keuntungan dari pembicaraan tersebut mungkin adalah pengakuan yang lebih besar terhadap diplomasi kemanusiaan Indonesia. Selama masa kepresidenan Jokowi, Indonesia telah memimpin pengiriman bantuan kemanusiaan kepada pengungsi Rohingya, dan menanggapi gempa 2015 di Nepal. Kepemimpinan ini tidak hanya melibatkan pemerintah (khususnya Kementerian Luar Negeri), tetapi juga jaringan organisasi masyarakat sipil berbasis agama. Dengan menjadi tuan rumah dalam perundingan Afghanistan, Indonesia dapat memperluas jaringan kemanusiaannya.
Peluang kedua adalah peningkatan kerja sama dalam sektor sosial dan pendidikan. Meskipun Indonesia bukanlah penandatangan Konvensi Pengungsi tahun 1951, namun saat ini Indonesia menampung lebih dari 13 ribu pengungsi dari Afghanistan, Pakistan, dan negara-negara Timur Tengah lainnya. Pembicaraan di kalangan ulama Islam harus dilihat sebagai kesempatan untuk membangun kerja sama sosial dan pendidikan; misalnya, dengan memberikan beasiswa kepada pengungsi di Indonesia, atau melalui program pertukaran pendidikan.
Namun, faktor struktural mungkin membatasi peluang ini.
Kendala pertama mungkin adalah terlalu seringnya penggunaan Islam dalam kebijakan luar negeri. Tentu saja, perundingan Bogor bertujuan untuk menggunakan Islam sebagai model resolusi konflik damai dalam dunia politik; Tapi kita harus ingat bahwa Islam di Afghanistan tidak hanya memiliki karakteristik yang berbeda dengan Islam di Indonesia, tapi juga lintasan sejarah yang berbeda. Islam di Afghanistan secara politik terkait dengan suku dan kelompok etnis dengan berbagai kepentingan politik. Hal ini membuat resolusi konfliknya lebih rumit daripada di Ambon.
Hal ini menyebabkan hambatan kedua: keterbatasan keterlibatan Indonesia dengan kekuatan politik Islam di Afghanistan. Taliban, misalnya, sangat berbeda dengan milisi jihad Indonesia yang dapat dilawan dengan program “deradikalisasi”. Hambatan ini diperjelas dengan penarikan Taliban dari perundingan, meskipun tampaknya mereka tertarik dengan tawaran perdamaian yang lebih luas yang dilakukan oleh Pemerintah Afghanistan. Penting bagi Indonesia untuk terlibat dengan Taliban, yang aspirasi politiknya lebih dekat dengan pemberontakan daripada sekadar perbedaan pendapat agama.
Penting juga untuk memahami konteks geopolitik konflik Afghanistan, yang dibentuk oleh persaingan jangka panjang dengan Amerika Serikat dan Uni Soviet (di masa lalu), dan oleh persaingan antar-etnis yang mengikuti invasi AS. Indonesia mungkin menyelenggarakan dialog sebagai sarana untuk memfasilitasi proses perdamaian, tetapi ini tidak cukup. Jakarta perlu mempertimbangkan lingkungan strategis di Asia Selatan, sebelum terlibat sebagai mediator yang tidak memihak.
Meski demikian, pembicaraan ini bisa menjadi titik awal untuk mengartikulasikan semangat baru kebijakan luar negeri Indonesia. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah menghidupkan kembali komitmen Indonesia terhadap kemanusiaan dan perdamaian dunia. Perundingan di Bogor menawarkan sebuah tempat untuk menguji komitmen ini, dan membawa wajah baru bagi diplomasi kemanusiaan Indonesia di dalam politik internasional.
Daftar Agen Togel Buku Mimpi data sgp Togel Online Togel hk Togel sgp Togel Indonesia Cara Bermain Togel Aturan Bermain Online Agen Terpercaya
Daftar Agen Togel Buku Mimpi data sgp Togel Online Togel hk Togel sgp Togel Indonesia Cara Bermain Togel Aturan Bermain Online Agen Terpercaya
Diplomasi Islam’: Indonesia Berupaya Menengahi Perdamaian Afghanistan
Reviewed by Bwin Slot
on
12.14
Rating:

Tidak ada komentar: