
Jenderal Prabowo Subianto kembali menantang Joko Widodo dalam pemilihan presiden Indonesia, Pilpres 2019. Namun keterpurukan ekonomi, strategi yang penuh siasat dan penekanan pada agama tidak menjamin hasil yang berbeda kali ini.
Mantan jenderal pasukan khusus dan kandidat presiden dalam pemilihan terakhir Indonesia, Prabowo Subianto, akan kembali mencalonkan diri untuk jabatan presiden, ketika negara tersebut mengadakan pemilihan tahun depan untuk memilih kepala negara (Pilpres 2019).
Pengumuman resmi mungkin tak akan dirilis hingga awal bulan depan. Meski begitu, pejabat tinggi partai Prabowo, Partai Gerakan Indonesia Raya, atau Gerindra, mengatakan bahwa mereka telah memulai persiapan di awal sebagai upaya untuk lebih mengatur mesin kampanye yang dapat diandalkan, yang dibutuhkan untuk menarik mayoritas pemilih Indonesia di Indonesia yang berjumlah 185 juta.
Persiapan juga dimaksudkan untuk menghindari apa yang mereka klaim sebagai penyimpangan yang merugikan mereka pada pemilu 2014.
“Dia akan mencalonkan diri,” kata Fadli Zon, wakil ketua di parlemen Indonesia (DPR RI) dan wakil ketua Gerindra.
“Kami percaya diri saat ini. Ada penyimpangan yang meluas dan hasilnya sudah dekat. Persiapan kita kali ini sudah cukup. ”
Jendral bintang tiga, yang dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur pada tahun 1983 dan selama kerusuhan anti-China pada tahun 1998 yang menggulingkan mantan mertuanya, diktator Suharto, pencalonannya akan menjadi pertaruhan yang sulit.

Para pendukung Prabowo Subianto berbaris ke Mahkamah Konstitusi pada tahun 2014 untuk menantang hasil pemilihan. (Foto: AFP)
Pada 2014, dia telak dengan Presiden Joko Widodo mendapat keuntungan karena anggapan korupsi dan pelayanan yang buruk.
Kali ini Prabowo, yang menolak untuk dikutip untuk artikel ini, bertaruh bahwa ekonomi yang lebih lambat akan mendorongnya meraih kemenangan, kata ajudan seniornya.
“Isu ekonomi akan mendorong kampanye,” kata Zon. “Jika Anda pergi ke pasar dan Anda bertanya kepada orang-orang, apakah hidup mereka lebih baik sekarang daripada empat tahun yang lalu, mereka akan berkata, ‘Tidak. Sulit mencari pekerjaan bagus.'”
Menjelang pemilihan 2014, Widodo menjanjikan pertumbuhan PDB prsekitar tujuh persen. Sebaliknya, PDB malah tersendat dia angka persen meskipun modal miliaran dolar AS telah digwlontorkan untuk proyek infrastruktur, untuk membangun mulai dari pembangkit listrik, pelabuhan hingga sistem drainase yang lebih baik.
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) berpendapat bahwa pendapatan Indonesia adalah sepertiga dari jumlah pendapatan di negara tetangga Thailand atau Malaysia.
Keuntungan Prabowo yang lain adalah kurangnya penantang. Anies Baswedan, gubernur jakarta, yang memanfaatkan dukungan Muslim konservatif tahun lalu, mengatakan bahwa dia tidak akan mencalonkan diri. Wali kota reformis Bandung, Ridwan Kamil, mencalonkan diri sebagai gubernur Jawa Barat. Gatot Nurmantyo bisa mengajukan pencalonan, namun poling kurang dari dua persen, menurut data Februari dari Indo Barometer.
Berkat citra bersih dan rekam jejaknya yang tajam dengan proyek infrastruktur yang besar, Widodo menikmati peringkat persetujuan antara 60 persen, menurut survei Januari oleh Indo Barometer, dan 76 persen, menurut sebuah survei bulan Desember oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).
Dalam pertarungan empat arah, Widodo mendapat dukungan 43 persen menurut jajak pendapat Indo Barometer, lebih dari dua kali dukungan Prabowo.
Itu berarti mengalahkan Widodo mungkin akan membutuhkan trik kotor yang menodai citranya. Itu tidak akan mudah, kata Kevin O’Rourke, analis urusan Indonesia dan penulis newsletter mingguan Reformasi.
“Prabowo harus menggambarkan Widodo sebagai koruptor,” katanya. “Terakhir kali, mereka menodai Widodo dengan semua yang mereka punya. Mereka akan mencobanya lagi tapi menurut saya Widodo tidak akan lebih rentan daripada kondisinya di pemilu yang lalu.”
Mungkin begitu, tapi memperburuk citra—di mana Prabowo membantah terlibat—terbukti efektif. Desas-desus bahwa Widodo adalah seorang Kristen, atau lahir di Singapura dan keturunan etnis Tionghoa, begitu melumpuhkan sehingga keunggulan dua digitnya atas Prabowo menguap. Widodo langsung melakukan perjalanan 11 jam ke Mekkah untuk menghapus keraguan akan kredensial religiusnya menjelang pemungutan suara. Pada akhirnya, Widodo menang dengan 53 persen suara.
Muhammad Qodari, direktur eksekutif Indo Barometer, mengatakan bahwa peringkat persetujuan Widodo relatif rendah. Sebagai perbandingan, pendahulu Widodo, Susilo Bambang Yudhoyono, rata-rata 80 persen pada saat ini menjelang pemilihan tahun 2009.
Hal lain yang membuat Widodo sakit kepala adalah pentingnya agama di negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia. Setelah kehilangan bekas gubernur Jakarta, dan sekutu dekat Widodo, Basuki Purnama, seorang Kristen keturunan etnis Tionghoa, agama telah menjadi kartu truf, kata Qodari.
Sebuah survei yang dilakukan dua minggu menjelang pemilihan April tahun lalu mengatakan Purnama, yang lebih dikenal dengan Ahok, mendapat persetujuan rating 74 persen. Meski begitu, ia kehilangan selisih hampir 20 poin dan kemudian dipenjara karena menghina Alquran.
Namun, Prabowo yang minum anggur, berpendidikan Inggris dan Swiss, mungkin merupakan kandidat yang buruk bagi kaum konservatif religius. Bagi orang-orang moderat, tuduhan bahwa dia berperan dalam pembantaian pemrotes warga Timor-Leste dan para pelajar mungkin akan menggiring kembali pemilih ke Widodo.
Pada tahun 1983, tentara di bawah komandonya dituduh membunuh ratusan orang Timor Leste. Pada tahun 1998, Prabowo terkait dengan penculikan aktivis mahasiswa. Belakangan tahun itu dia pergi ke Yordania setelah dipanggil untuk menjelaskan tuduhan tersebut. Prabowo ditolak untuk mendapat visa Amerika pada tahun 2000, hal itu dianggap karena latar belakangnya.
Meski begitu, mitra koalisi parlementer Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), bisa memberi daya tarik kepada Prabowo. Partai tersebut memiliki jaringan nasional dan membantu mengorganisir demonstrasi massa pada akhir 2016 yang akhirnya menyebabkan pemecatan Purnama.
Gerindra dan PKS telah berkoordinasi dalam pemilihan kandidat gubernur mereka di pemilihan daerah, terutama di provinsi-provinsi yang memiliki suara di seluruh Jawa.
“PKS rela bekerja keras, mereka keluar dan mengetuk pintu,” kata Qodari. “Mobilisasi pemilih semacam itu ternyata bisa membuat perbedaan.”
Partai tersebut mengharapkan untuk menarik pemilih dengan kebijakan populis yang berusaha mengembalikan sebagian reformasi Widodo yang terbesar. Reintroduksi subsidi bahan bakar untuk membantu menurunkan biaya hidup ada dalam penawaran, kata Zon.
Widodo menghilangkan subsidi semacam itu, yang menghabiskan sampai seperlima dari anggaran, untuk membebaskan uang tunai untuk infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan yang diperbaiki dan perawatan kesehatan gratis. Widodo telah berjanji bahwa investasi infrastruktur akan mendorong ekonomi dan menambah lapangan kerja.
Zon mengatakan bahwa program tersebut gagal dan sekarang pendekatan yang lebih sederhana yang menargetkan petani miskin, nelayan dan usaha kecil adalah prioritasnya.
Prabowo vs Jokowi: Apakah Akan Terjadi Keberuntungan Kedua di Pilpres 2019?
Reviewed by Bwin Slot
on
12.25
Rating:
Reviewed by Bwin Slot
on
12.25
Rating:





Tidak ada komentar: